Cara Menjelaskan 3 Transaksi Keuangan dalam Kehidupan Sehari-hari



Transaksi keuangan adalah segala kegiatan yang punya dampak pada kondisi keuangan seseorang. Misalkan saja, pendapatan tentu menambah uang yang dimiliki. Sementara itu, pembelian akan mengurangi uang, dengan imbal balik barang/ jasa. Dalam bahasan ini kami juga akan membahas tentang utang, yang merupakan kewajiban yang harus dibayar/ mengurangi uang di masa depan.

Tentu saja saat menjelaskan kepada anak, Parents tidak perlu menggunakan istilah akuntansi yang sulit dicerna oleh anak ya. Parents dapat menggunakan cara langsung maupun tidak langsung, yang ada dalam kegiatan sehari-hari.

Penjelasan 3 Transaksi Keuangan dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Pendapatan

Mengapa konsep ini penting? Agar anak menyadari ada pengorbanan yang harus dilakukan untuk memperoleh uang, sehingga tidak “take it for granted”.

Anda dapat mulai menjelaskan konsep pendapatan dengan menceritakan profesi Parents kepada anak. Dengan demikian mereka belajar bahwa uang diperoleh dari usaha, baik itu dari pekerjaan (gaji) ataupun bisnis (laba). 

Apakah itu mudah? Tidak selalu. Saya sempat kesulitan menjelaskan pekerjaan saya yang bersifat klerikal pada anak saya yang saat itu masih balita. Kesulitan itu karena proses antara bekerja dan memperoleh gaji tidak langsung terlihat. Oleh karenanya, kemudian saya sengaja melibatkan diri dalam bazar 17 Agustusan di komplek perumahan kami, demi anak saya bisa melihat secara langsung proses mendapatkan uang dari jual beli. 

Saat anak kami bertambah usia, saya kadang melibatkannya untuk membungkus paket, kemudian memberinya upah setiap bungkusannya. Baru setelahnya, lebih mudah untuk menjelaskan konsep bekerja dan mendapatkan gaji, karena ia mengalaminya secara langsung.

Kami menyadari jika selain terkait gaji, perlu juga menjelaskan aspek lain dari pekerjaan orang tua. Seperti misalnya tentang kontribusi pada masyarakat, passion, dll. Namun, hal tersebut akan dibahas dalam sesi yang berbeda ya Parents!

Artikel Terkait: Upah untuk Anak, Yes or No?

2. Pembelian

Anak harus memahami untuk mendapatkan suatu barang yang tidak dapat dibuat sendiri, ia harus membelinya. Dan untuk melakukan pembelian, harus ada uang untuk membelinya. Ada yang harus ditukar untuk memperoleh barang yang diinginkannya tersebut, dalam hal pembelian yang ditukarkan tersebut berupa sejumlah uang.

Hal ini tampaknya sederhana ya Parents, akan tetapi bisa jadi masalah jika anak tidak memahaminya. Pernahkah mengalami anak Anda bersedih karena tidak diizinkan untuk mengambil mainan yang didisplay di sebuah toko? Bisa jadi, hal ini karena mereka belum memahami bahwa barang tersebut didisplay untuk dijual, bukan untuk dibagikan secara cuma-cuma.

Dalam beberapa kesempatan, ajaklah anak untuk ikut membayar di kasir. Anda juga perlu melengkapi informasi dengan penjelasan, bahwa aktivitas memberikan uang tersebut harus dilakukan untuk dapat mendapatkan barang-barang yang ingin dibawa pulang. Apabila selama ini Anda selalu menggunakan pembayaran non cash, Anda dapat sesekali menggunakan uang tunai untuk memberikan gambaran pada anak secara nyata.

Artikel Terkait: Anak Memaksa Membeli Barang, Apa yang Perlu Dilakukan?

3. Utang

Poin tentang utang ini saya rasa urgent untuk dimasukkan dalam artikel ini karena fenomena makin mudahnya berutang konsumtif, misal dengan paylater, dll. Oleh karena itu, penting untuk membekali anak memahami transaksi keuangan ini, agar dapat lebih bijaksana saat ingin melakukannya di masa depan. Intinya jangan sampai terbelit utang konsumtif sedari muda.

Pemahaman yang perlu ditanamkan kepada anak adalah utang bukan semata-mata fasilitas, melainkan juga liabilitas. Utang memang membantu orang untuk mendapatkan kenikmatan dengan cepat. Namun, perlu ditekankan bahwa ada kewajiban untuk membayarnya. Bahkan, seringkali utang juga diikuti dengan konsekuensi yang membuat orang yang berutang harus mengorbankan uang lebih banyak dari sebelumnya.

Saya memperoleh insight tentang mengajarkan konsep utang ini dari Naira dan suaminya, yang mengasuh putra usia 5 tahunan. Ada dua cerita yang pernah ia sampaikan terkait hal ini:

  • Naira memberi pilihan kepada sang anak saat ia meminta makan cokelat. Anak dapat makan cokelat nanti setelah mengerjakan 10 worksheet, atau sekarang dengan kosekuensi mengerjakan 15 worksheet,

  • Naira juga pernah memberi pilihan kepada sang anak saat ia meminta screentime. Anak dapat memperoleh screentime nanti, setelah melakukan meditasi 10 menit. Atau memilih screentime sekarang dengan konsekuensi lama waktu meditasi menjadi dua kali lipat.

Memang diperlukan kehati-hatian saat mengkomunikasikan dan melakukan hal di atas ya Parents, jangan sampai anak salah tangkap menjadi konsep rewards/ punishment. Yang saya tangkap dari apa yang keluarga ini lakukan, adalah penekanan bahwa saat anak tidak bisa mengendalikan diri dan menginginkan sesuatu saat itu juga, konsekuensi/ pengorbanannya lebih besar dibanding mau bersabar terlebih dahulu.

Bagaimana jika ternyata anak selalu bersedia untuk mendapatkan konsekuensi yang lebih berat? Apakah itu tandanya Parents gagal? Jangan berkecil hati dulu Parents. Anak di bawah 7 tahun memang belum dapat memutuskan benar/ salah, jadi tidak masalah jika ia mengambil keputusan yang menurut Parents kurang bijak. Poinnya di sini, bukanlah menguji anak, melainkan membiasakannya untuk tahu bahwa ada konsekuensi di balik keputusannya “berutang”.

Artikel Terkait: 3 Tantangan Keuangan yang Dihadapi Anak

Parents juga bisa melengkapi aktivitas sehari-hari di atas dengan bercerita ataupun menggunakan games dengan tema keuangan. Simak selalu artikel tentang insight, review buku atau games dalam Artiarta ya!

Related Post

Cari Artikel